
Oleh: Rikky Fermana, S.IP., C.Med., C.Par., C.NG., C.IJ , C.PW.
Bangka Belitung, kabarbelitung.com – Penandatanganan pakta integritas antara Kejaksaan Negeri Belitung, PT Timah Tbk, KSOP Tanjung Pandan, PT Pelindo, dan Dinas Perhubungan Belitung patut diapresiasi sebagai tonggak penting dalam upaya perbaikan tata kelola sektor timah, khususnya di Pulau Belitung. Langkah ini bukan sekadar simbolis, tetapi menjadi manifestasi nyata dari komitmen negara dalam menjaga sumber daya strategis nasional dari praktik-praktik penyimpangan, khususnya penyelundupan dan tambang ilegal yang selama ini mencuri ruang dalam celah pengawasan.
Dalam konteks hukum dan konstitusi, negara sejatinya tidak boleh kalah dalam menjaga kedaulatannya atas kekayaan alam. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Amanat konstitusional ini menjadi dasar bahwa negara harus hadir secara aktif dan kuat dalam setiap upaya menjaga, mengelola, dan mendistribusikan hasil kekayaan alam demi kesejahteraan masyarakat luas, bukan segelintir elite atau mafia tambang yang merusak sistem.
Mengapa Negara Tak Boleh Kalah?
Karena ketika negara lemah dalam menegakkan regulasi dan membiarkan praktik penyelundupan timah terjadi, bukan hanya negara yang dirugikan secara fiskal, tapi juga masyarakat yang kehilangan hak atas kekayaan alamnya.
Penurunan penerimaan negara dari sektor tambang berdampak langsung pada hilangnya peluang pembangunan, pengentasan kemiskinan, hingga kerusakan lingkungan yang ditanggung generasi mendatang.
Laporan Kejaksaan yang menyebutkan frekuensi pengiriman ilegal timah mencapai dua hingga tiga kali lipat di akhir pekan mengindikasikan bahwa sistem pengawasan belum sepenuhnya berjalan optimal. Modus operandi penyelundupan memanfaatkan kelengahan di titik-titik perizinan dan manifest pelabuhan menunjukkan bahwa perbaikan sistemik sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, penandatanganan pakta integritas bukan hanya langkah hukum, tapi langkah moral untuk menegakkan kembali kedaulatan negara.
Integritas sebagai Pilar Tata Kelola
Integritas menjadi kata kunci yang paling ditekankan dalam narasi perbaikan tata kelola. Dalam hukum administrasi negara, integritas pejabat publik dan entitas negara—dalam hal ini PT Timah Tbk sebagai BUMN pemegang IUP—harus dilihat sebagai instrumen yang membentuk akuntabilitas dan transparansi.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara jelas mengatur pentingnya optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor tambang.
Apabila praktik penyelundupan terjadi, maka bukan hanya menghilangkan potensi PNBP, tapi juga melanggar Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena mengarah pada kerugian negara yang disengaja melalui persekongkolan atau pembiaran.
Celakanya, para pelaku penyelundupan kerap berlindung pada celah-celah hukum. Misalnya dengan memanfaatkan ketidaktegasan dalam pengelolaan wilayah non-IUP atau bermain di ranah abu-abu regulasi.
Oleh sebab itu, hadirnya aparat penegak hukum (APH) seperti kejaksaan dalam barisan pengawasan adalah bukti bahwa negara mulai menutup celah tersebut. Kolaborasi ini sangat penting untuk menyeimbangkan kekuatan legal formal dan kekuatan kontrol teknis di lapangan.
PT Timah, sebagai representasi negara di sektor tambang, tak bisa dibiarkan berjalan sendirian. Dukungan KSOP, Dinas Perhubungan, dan Pelindo bukan hanya soal administratif, tapi soal keberpihakan terhadap sistem ekonomi nasional yang adil dan berkelanjutan.
Mengangkat Martabat BUMN dan Masyarakat Lokal
Salah satu tantangan terbesar sektor timah hari ini adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap tata kelola pertambangan, pasca terkuaknya mega korupsi pertimahan pada tahun 2024. Maka, upaya PT Timah melakukan pembenahan internal dan eksternal harus mendapat penguatan dari seluruh elemen negara, termasuk pers, masyarakat sipil, dan terutama aparat penegak hukum.
Keberhasilan perbaikan tata kelola akan bermuara pada dua hal: meningkatnya penerimaan negara dan terciptanya ekosistem pertambangan yang legal, tertib, dan inklusif. Penambang rakyat, misalnya, harus diberikan ruang legal melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar mereka tidak terus-menerus menjadi obyek kriminalisasi atau dimanfaatkan sebagai tameng mafia. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara membuka ruang bagi negara untuk menetapkan WPR dan menjadikannya bagian dari rantai legal produksi tambang nasional.
Apa Yang Harus Dilakukan Selanjutnya?
1. Penguatan Sistem Digitalisasi Manifest: Semua data pengiriman dan penerimaan logistik timah dari dan ke pelabuhan harus digital, tersistem, dan terintegrasi dengan kementerian terkait.
2. Sertifikasi Ulang Seluruh Wilayah Produksi: Harus ada verifikasi dan pemetaan ulang terhadap semua wilayah produksi timah untuk menutup wilayah abu-abu yang kerap dimanfaatkan sebagai jalur penyelundupan.
3. Sinergi Vertikal dan Horizontal Antarlembaga: Kolaborasi antara APH, pemerintah daerah, kementerian pusat, BUMN, dan masyarakat harus berjalan vertikal (pusat-ke-daerah) dan horizontal (antar instansi).
4. Pendekatan Sosial bagi Penambang Kecil: Negara harus hadir bukan sebagai pemukul, tapi sebagai pembina. Penambang kecil harus diajak bicara, dibina, dan diberikan akses legal.
5. Pengawasan Publik dan Media: Peran jurnalis dan masyarakat sipil harus ditingkatkan untuk menciptakan kontrol sosial yang memperkuat integritas pengelolaan sumber daya alam.
Negara Harus Menang!
Sudah saatnya negara hadir bukan hanya sebagai regulator, tapi juga pelindung dan penjaga kekayaan alamnya. Mafia tambang dan para pelaku penyelundupan harus diperlakukan sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara.
Jika negara kalah, maka yang hancur bukan hanya ekosistem pertambangan, tetapi kepercayaan rakyat dan martabat bangsa.
Pakta integritas ini harus dimaknai sebagai peringatan dan sekaligus komitmen bahwa pertarungan melawan penyelundupan timah bukan sekadar masalah teknis logistik, tetapi soal ideologi bernegara: apakah negara masih mampu berdiri di atas tanah dan kekayaannya sendiri, atau justru dikuasai oleh jaringan mafia yang beroperasi di balik bayang-bayang hukum.
Saatnya negara menang, karena ini bukan sekadar soal bijih timah—ini soal masa depan Indonesia. (*)
————————————————————————————-
Penulis: Rikky Fermana,S.IP.,C.Med, C.Par, C.NG, C.IJ, C.PW (Penanggungjawab KBO Babel, Ketua DPD Pro Jurnalismedia Siber/PJS Babel, Ketua DPW Babel IMO Indonesia dan Kontributor Berita Nasional)
Tulisan opini menanggapi portal pemberitaan https://kbobabel.com/kejari-belitung-perkuat-tata-kelola-timah-pakta-integritas-ditandatangani-bersama-pt-timah-ksop-dan-pelindo
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Saran dan masukan atas tulisan ini silahkan disampaikan ke redaksi di nomor WA kami 0812 7814 265 & 0821 1227 4004 atau email redaksi yang tertera di box Redaksi.
(*/Red).